Makalah
untuk memenuhi tugas Seminar Pendidikan Agama Islam
Dosen
:
Disusun oleh :
Desi Purwanti (112080033)
Yuli Yanti (112080034)
Dewi Kartika Sari (112080046)
Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan
Ekonomi
Universitas Swadaya Gunung Jati
Tahun 2013/2014
DAFTAR ISI
Daftar Isi
................................................................................................. i
Kata Pengantar
........................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
............................................................................. iii
1.2 Rumusan
Masalah ........................................................................ iv
1.3 Tujuan
Penulisan
.......................................................................... iv
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Distribusi menurut ilmu
ekonomi ............................. 1
2.2 Pengertian Distribusi menurut pandangan
Islam……………… 1
2.3 Taat Aturan Agama…………………………………………… 5
2.4 Distribusi Tanah…….................................................................... 6
2.5 Distribusi Barang Konsumsi………….……………………….. 10
2.6 Kaitan Distribusi dengan Karakter Individu…………………... 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
.................................................................................. 13
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................ 14
i
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum
wr.wb
Puji
syukur kehadirat Allah Swt karena atas ridho dan rahmatnya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Tugas Negara dalam Distribusi Sumber Daya
Ekonomi”.
Alhamdulillah
makalah ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan moral dari berbagai
pihak. Maka dari itu saya ucapkan Terima Kasih kepada Pak selaku dosen pembimbing kami yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Kami
menyadari dari makalah yang saya buat ini masih terdapat banyak kekurangan,
sehingga kami mengharap kritik dan saran dapat pembaca berikan agar pembuatan
makalah ini terlihat sedikit sempurna.
Demikian
makalah ini kami buat semoga bermanfaat bagi kita semua, khususnya para
mahasiswa FKIP pendidikan ekonomi Universitas Swadaya Gunung Jati, sebagai
bahan pembelajaran dalam mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam.
Cirebon,
11 Mei 2014
Penyusun
ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dalam
makalah ini kami akan membahas mengenai “Tugas Negara dalam Distribusi Sumber
Daya Ekonomi”, yang tentu berperan penting bagi kelangsungan hidup manusia di
dunia. Dengan adanya aturan dalam pendistribusian sumber daya ekonomi, maka
seluruh umat manusia tentu dapat memenuhi segala kebutuhan hidupnya yang
berkaitan dengan konsumsi, produksi maupun distribusi untuk beradaptasi dengan
lingkungannya.
Peredaran
sumber daya di dunia sangat mempengaruhi
proses kelangsunan hidup manusia, dimana sumber daya yang tersedia dari alam,
manusia, ataupun berupa barang konsumsi kebutuhan manusia akan terus tersebar
dari manusia satu ke manusia lainnya, sesuai dengan hukum distribusi, dimana
manusia membutuhkan suatu barang ataupun jasa, kemudian bagian pemerintahan
mempunyai tugas untuk mendisribusikan hasil sumber daya secara merata dan adil
kepada seluruh umat manusia, terutama dengan menanamkan aturan syariah Islam
mengenai pendistribusian. Sehingga dengan adanya kesadaran terhadaap pemerataan
tersebut, tidak akan ada kedzaliman dan kelalaian yang terjadi di lapisan
pemerintahan, juga tidak ada pendiskriminasian terhadap hak-hak manusia atas
hak yang dimilikinya diatas bumi.
Distribusi
akan terus terjadi secara berulang-ulang selama berlangsungnya kehidupan
manusia di muka bumi. Selama manusia memproduksi suatu barang ataupun jasa yang
dibutuhkannya dalam kegiatan konsumsi, maka kegiatan distribusi akan terus
berlangsung. Sumber Daya yang melimpah di bumi ini merupakan salah satu bentuk
rezeki yang diberikan oleh Sang Pencipta, yang pasti berguna bagi mahluk hidup
dalam proses kehidupannya. Dengan begitu seharusnya kita sebagai manusia yang
mana merupakan mahluk hidup yang dikaruniai akal dan pikiran, harus lebih peka
terhadap hal tersebut.
iii
Dengan
memanfaatkan penggunaan sebaik mungkin, sesuai kebutuhan dan menjaga lingkungan
yang berkaitan dengan proses kegiatan ekonomi, yaitu produksi, konsumsi dan
distribusi.
1.2 Rumusan Masalah
Makalah
ini berjudul Tugas Negara dalam Distribusi Sumber Daya Ekonomi. Adapun yang
menjadi ruang lingkup permasalahan dalam pembahasan makalah ini meliputi:
a. Apakah yang dimaksud dengan distribusi dalam kaitannya
dengan ilmu ekonomi?
b. Apakah yang dimaksud dengan distribusi daam kaitannya
dengan ilmu Islam?
c. Apakah yang dimaksud dengan taat aturan agama dalam
hal distribusi?
d. Bagaimana
kaitan antara Distribusi Tanah terhadap tugas negara?
e. Bagaimana
kaitan antara Distribusi Barang Ekonomi dengan tugas negara?
f. Bagaimana
kaitannya antara Distribusi dengan karakter yang terkait pada individu?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan
kami menulis makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar
Pendidikan Agama Islam. Selain itu untuk memberikan informasi serta menambah
pengetahuan atau wawasan kepada para mahasiswa mengenai masalah yang ada dalam
Tugas Negara dalam Disrtibusi Sumber Daya Ekonomi, terutama tentang : (a)
Pengertian dari Distribusi sesuai ilmu ekonomi, (b) Pengertian Distribusi
sesuai dengan Ilmu Islam, (c) Taat Aturan Agama tentang Distribusi Ekonomi, (d)
Kaitan antara Tugas Negara terhadap Distribusi Tanah, (e) Kaitan antara Tugas
Negara terhadap Distribusi Barang Ekonomi, (f) Kaitan antara Distribusi dengan
karakter yang terkait pada idividu.
iv
BAB II ISI
2.1 Pengertian Distribusi menurut Ilmu
Ekonomi
Distribusi
merupakan kegiatan penyaluran kepada beberapa orang atau ke beberapa tempat, penyaluran
itu berupa pembagian barang keperluan sehari-hari oleh pemerintah kepada
pegawai negeri, masyarakat, dsb. Distribusi menurut ahli ekonomi antara lain,
Menurut Warren J.Keegan, Saluran distribusi adalah saluran yang digunakan oleh
produsen untuk menyalurkan barang tersebut dari produsen sampai ke konsumen .
Menurut Kotler, Saluran distribusi adalah sekelompok perusahaan atau
perseorangan yang memiliki hak kepemilikan atas suatu produk atau berarti
membantu memindahkan hak kepemilikan produk atau jasa ketika akan dipindahkan
dari produsen ke konsumen.
Tiga
aktiitas ekonomi yang dijalankan oleh manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya seperti kita ketahui yaitu produksi, distribusi, dan konsumsi .
Dalam hal ini distribusi yang dirasa paling penting pengaruhnya dalam kehidupan
manusia, karena jika proses distribusi tidak dilakukan secara benar tentu akan
merugikan satu pihak dan menguntungkan pihak lainnya . Distribusi dalam sistem
ekonomi yang ada juga berbeda satu sama lain , sistem ekonomi kapitalisme
memberikan kebebasan kepemilikan khusus, sementara sistem ekonomi sosialisme
distribusinya berdasarkan pemerataan dan mengabaikan kebebasan kepemilikan
khusus . Sistem ekonomi Islam juga berbeda mengenai makna distribusi karena
cakupannya lebih luas seperti pengaturan kepemilikan unsur–unsur produksi
dan sumber–sumber kekayaan.
2.2 Pengertian Distribusi menurut Ilmu
Islam
Makna distribusi
dalam ekonomi islam sangatlah luas, yaitu mencakup pengaturan kepemilikan
unsur-unsur produksi dan sumber-sumber kekayaan. Dimana islam memperbolehkan
kepemilikan umum dan kepemilikan khusus, dan meletakkan masing-masingnya
kaidah-kaidah untuk mendapatkan dan mempergunakannya, dan kaidah–kaidah untuk
warisan, hibah dan wasiat. Sebagaimana ekonomi Islam jugamemiliki politik dalam
distibusi pemasukan, baik antar unsur–unsur produksi maupunantara individu
masyarakat dan kelompok–kelompoknya, disamping pengembalian distribusi dalam system jaminan sosial yang
disampaikan dalam ajaran islam.
Secara umum, Islam
mengarahkan mekanisme distribusi pendapatan berbasis moral, spiritual, dalam
memelihara keadilan sosial pada setiap aktifitas ekonomi karena pada saat ini
terjadi ketidak seimbangan distribusi kekayaan yang tentu saja terjadi jurang
yang dalam antara orang kaya dan miskin. Didalam Al-Quran dan Hadits banyak
menyebutkan bagaimana seharusnya distribusi yang benar dilakukan dan harus
terdapat sirkulasi harta yang baik agar tidak beredar di golongan tertentu saja
selain itu terdapat konsekuensi yang harus diterima jika tidak menjalankan
sistem distribusi dengan benar seperti penimbunan barang, adanya riba, monopoli
dan yang lain . Contohnya dalam surat Al-Hasyr ayat 7 yang potongan ayatnya
memiliki arti “…….. agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang –
orang kaya saja di antara kamu . Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah,
Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah …….”.
Tujuan distribusi
dalam Islam yaitu memenuhi kebutuhan masyarakat serta keadilan dalam distribusi
agar tidak terjadi ketidak seimbangan baik distribusi pendapatan, produk, dan
harta serta untuk mengembangkan harta dan pembersihannya melalui zakat, mampu
memberdayakan Sumber Daya Manusia, dan yang terakhir tercapainya kesejahteraan
ekonomi . Distribusi pada zaman Rasulullah SAW banyak memberikan pengaruh yang
besar sampai sekarang karena Rasulullah mengajarkan transaksi–transaksi
perdagangan secara jujur, adil dan tidak pernah membuat pelanggannya mengeluh
dan kecewa . Rasulullah SAW memberikan landasan–landasan dalam hal
distribusi yang harus dilakukan dengan benar, landasan–landasan tersebut antara
lain : 1. Tauhid, yaitu Konsep Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi landasan awal
karena konsep ini memberikan arti agar manusia menjalankan fungsinya sebagai
makhluk hidup yang harus senantiasa menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi
larangannya, 2. Adil, yaitu meletakkan sesuatu pada tempatnya. Hal ini berarti konsep keadilan harus
diterapkan dalam suatu mekanisme pasar untuk menghindari kecurangan yang dapat
merugikan salah satu pihak . Allah SWT dalam Al-Quran menjelaskan di surat Al-
Muthaffifin ayat 1-3 yang artinya “Celakalah bagi orang – orang yang curang
(dalam menakar dan menimbang) . Yaitu orang – orang yang apabila menerima
takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan . Dan apabila mereka menakar
atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi .”, 3. Kejujuran, yaitu kejujuran
yang dimaksud tentu jujur dalam proses distribusi dan Islam sangat konsen agar
berpegang teguh pada nilai-nilai kejujuran dalam segala perbuatan. Selain itu
beliau juga memberikan larangan yang harus dihindari manusia agar dapat berbuat
jujur dan adil dan dalam kaitannya dengan masalah distribusi, larangan itu
berupa larangan ihtinaz dan ihtikar . Ihtinaz adalah
praktik penimbunan harta seperti emas, perak, dan lain sebagainya . Ihtikar
adalah penimbunan barang–barang seperti makanan dan kebutuhan sehari–hari .
Larangan tersebut
diberikan karena tentu saja dapat menghambat proses distribusi dan dapat
merugikan banyak pihak . Tidak ada pemerintahan Muslim yang dapat menghindar
dari melaksanakan tugas yang wajib ini. Allah swt telah menjelaskan dengan
jelas peran pemerintah dalam Al-qur’an,“(yaitu)
orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya
mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang maruf dan
mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala
urusan”. (Qs Al Hajj:41)
Dalam ayat ini, Allah telah memanggil atas orang Muslim untuk melakukan amalan
ma’ruf dan mencegah perbuatan mungkar. Agar berdiri pemerintah ekonomi yang
adil, kita harus memperkuat ma’ruf dan mencegah mungkar. Kata-kata ini memiliki
makna yang komprehensif dan luas, menutupi moral, sosial, ekonomi, dan seluruh
bidang. Implikasi yang benar dalam menerapkan prinsip al-ma’ruf dalam bidang
ekonomi berarti membangun sebuah ekonomi berkeadilan dan mencegah mungkar akan
menjamin blokade semua jalan dan tempat yang mengarah kepada penindasan ekonomi
dan menempatkannya sebagai akhir dari eksploitasi dan penindasan ekonomi. Hal
yang terpenting adalah tujuan dan maksud suatu hukum dan bukan bagaimana hukum
itu diturunkan atau diberlakukan.
Allah
telah mengutus Nabi Muhammad saw dan wahyu-Nya untuk mendirikan keadilan dimana
itu adalah fundamental dan tujuan dasar dari seluruh ciptaannya. Setiap yang diturunkan
Allah membuktikan bahwa tujuan utama wahyu adalah mendirikan sebuah keadilan
dan keseimbangan cara hidup. Dalam cara apapun hukum dibuat harus membantu
mendirikan keadilan. Hal yang terpenting adalah tujuan dan maksud suatu hukum
dan bukan bagaimana hukum itu diturunkan atau diberlakukan. Tetapi Allah dengan
menurunkan kepada kita sejumlah hukum telah menata contoh-contoh dan alasan
yang menjadi dasar bagi penyusunan dan pemberlakukan hukum. Oleh karena itu,
kebijakan dan instruksi pemerintahan yang sah dianggap sebagai bagian dari
syari’ah dan bukan sebuah pelanggaran terhadap syari’ah. Untuk menegaskan ini
karena kebijakan pemerintah hanya sebuah hal/cara terminology, tetapi dalam
prakteknya, bagian dari syari’ah hanya kondisi saja yaitu pemerintah. Kebijakan
dan perintah-perintah harus didasarkan kepada keadilan. Berdasarkan
pada beberapa pernyataan ayat-ayat Al-Quran (Qs. Yunus (10);98), (Qs. Saba
(34); 15-18), (Qs. At Talaaq (56); 8-10), (Qs. Al- Araaf (07); 156) maka dapat
dinyatakan ada dua tugas negara berkaitan dengan bidang ekonomi, yaitu : 1.) Membuat
peraturan yang dapat memaksakan masyarakat untuk menjalankan ketaatan pada
aturan agama agar tercapai kemakmuran. Seperti yang tercantum dalam Qs Al-A’raaf (7) ayat 96, QS
Al-Isra (17) ayat 58, dan Al Maidah (5) ayat 66. Kalau seseorang menyatakan
dirinya muslim maka pemerintah dapat memaksakan orang tersebut mendirikan
shalat, membayar zakat, menjalankan puasa, dan wajib haji bilamana secara
ekonomi sudah mencukupi. 2.) Mengatur distribusi kekayaan agar tidak hanya
berputar dikalangan dalam sekelompok orang. Kekayaan mempunyai makna kemudahan
melakukan konsumsi dan atau kemampuan melakukan aktivitas produksi, seperti
yang tercantum dalam (Qs. Al Hasyr (59);7). Pemerintah harus membuat peraturan
yang berkaitan dengan distribusi kekayaan, misalnya peraturan perolehan dan
penguasaan sumber-sumber ekonomi untuk memungkinkan setiap penduduk memiliki
kemudahan melakukan produksi dan konsumsi.
2.3 Taat
Aturan Agama
Alam semesta
beserta seluruh isinya adalah milik Allah SWT. Manusia dan sumber-sumber
ekonomi bagian dari isi alam semesta, sehingga keberadaan manusia dan
sumber-sumber ekonomi harus tunduk pada kepentingan dan kekuasaan Allah SWT. Qs
Al-Hajj ayat 64 berikut ini menyatakan segala ada di langit dan di bumi milik
Allah SWT adalah sebagai berikut: “Kepunyaan
Allah-lah segala yang ada di langit dan segala yang ada di bumi dan
sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (Qs Al Hajj (22);
6). Manusia di dunia mempunyai tugas sebagai khalifah di muka bumi dan
tidak boleeh melakukan tindakan yang menyebabkan kerusakan. Berikut ini
pernyataan ayat yang berkaitan dengan
fungsi manusia sebagai khalifah dan tidak boleh melakukan tindakan kerusakan di
muka bumi. Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi”. Mereka berkata:”Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal Kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?” Tuhanmu berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui.” (Qs Al Baqarah (2):30).
Dalam mencapai
kemakmuran bersama, seharusnya negara dapat memaksakan pendudukanya untuk
menjalankan perintah-perintah agama. Pemerintah peraturan yang berisi aturan
dan sanksi kepada setiap warga negara dalam menjalankan ketaatan aturan agama. Karena memperhatikan bahayanya pendistribusian
harta yang bukan pada haknya dan terjadinya penyelewengan distribusi pada jalannya
yang benar ini, maka islam mengutamakan tema distribusi dengan perhatian besar yang nampak dalam beberapa fenomena, dimana yang terpenting adalah sebagai berikut : 1.)
Banyaknya ayat Al-Quran dan hadist
Nabawi yangmencakup tema distribusi
dengan menjelaskan systemmanajemennya,
himbauan komitmen dan cara-caranya yangterbaik dan memperingatkan penyimpangan
dari system yangbenar. 2)Syariat
islam tidak hanya menetapkan prinsip–prinsip umum bagi distribusi dan pengembalian distribusi, namun juga
merincikan dengan jelas dan lugas cara pendistribusianharta dan sumber-sumbernya. 3)Banyaknya
dan komperhensifnya system dan cara distribusi
yang ditegakkan dalam islam, baik dengan cara pengharusan (wajib) maupun yang secara suka rela (sunnah). 4)Al Qur’an menyebutkan secara tekstual dan
eksplisit tentang tujuan peringatan perbedaan di dalam kekayaan,
dan mengantisipasi pemusatan hartadalam
kalangan minoritas.
2.4 Distribusi Tanah
Tanah merupakan tempat kita berpijak
dan menggantungkan kehidupan selama kita bernafas hingga akhir hidup kita.
Tanah juga merupakan tempat bagi manusia untuk mencari makan dengan menanam
tanaman yang dapat diolah sedemikian rupa guna kelangsungan hidup umat manusia.
Selain itu tanah juga merupakan tempat kita untuk mendirikan rumah, bangunan,
toko, perkantoran, jalan raya serta banyak hal lainnya. Oleh karena itu fungsi
tanah bagi manusia sangatlah penting dan tidak dapat dianggap sebelah mata. Tanah berfungsi sebagai faktor produksi
yang sangat penting, sering disebut sebagai faktor produksi asal atau asli
(original factor of production). Tanah merupakan asal muasal dari segala
kegiatan produksi.
Tanah merupakan sumber produksi yang
jumlahnya tidak akan bertambah. Pada sisi lain, tanah merupakan faktor produksi
yang sangat penting, karena tanah merupakan sumber kehidupan manusia. Berikut
ini fungsi tanah bagi kehidupan manusia : 1.Tanah sebagai sumber kehidupan
manusia. Semua kebutuhan pokok manusia untuk bertahan hidup berasal dari
kemampuan tanah. Tanah menyediakan bahan makanan bagi kehidupan. 2. Tanah sebagai tempat tinggal
manusia. Manusia membutuhkan tanah untuk rumah tempat tinggalnya. 3. Tanah sebagai tempat
aktivitas kehidupan manusia. Misalnya aktivitas produksi dan aktivitas hubungan
sosial.
Keberadaan
tanah yang tidak bertambah dan pada sisi lain jumlah manusia dan kebutuhan
manusia semakin bertambah menjadikan pengelolaan tanah merupakan sesuatu yang
sangat penting dalam menata kehidupan masyarakat.
Pemerintah harus mengatur distribusi
tanah dengan sebaik-baiknya. Alokasi tanah untuk produksi kebutuhan pokok dan
kebutuhan tempat tinggal harus seimbang. Pada sisi lain, tanah sebagai tempat
aktivitas sosial, alokasi tanah untuk tempat tinggal harus diatur sedemikian rupa
sehingga setiap orang dapat melakukan aktivitas kehidupan secara sehat, aman
dan nyaman. Banyaknya rumah-rumah kumuh dan kecil pada masyarakat perkotaan
adalah contoh pengalokasian tanah yang tidak baik.
Syaria’ah
membagi tanah yang dianeksasi Darul Islam (Negara Islam) ke dalam tiga bentu
kepemilikan, yaitu kepemilikan public, kepemilikan Negara, dan kepemilikan
pribadi. Syari’ah menentukan status kepemilikan tanah sesuai dengan bagaimana
tanah tersebut masuk kepenguasaan Islam serta kondisinya ketika menjadi tanah
Islam. Kepemilikan tanah di Irak berbeda dari kepemilikan tanah di Indonesia,
karena kedua negara ini berbeda dalam cara mereka dianeksasi atau menjadi
bagian dari Darul Islam. Untuk
mengetahui berbagai keadaan yang mendasari status kepemilikan tanah,
maka tanah dalam islam dibagi menjadi beberapa status dan kategori yang antara
lain, 1.) Tanah yang Masuk Wilayah Islam Lewat Penaklukan (Fath), yaitu tanah
yang jatuh ke pangkuan Darul Islam melalui jihad demi misi Islam, seperti tanah
Irak, Mesir, Iran, Suriah, dan banyak belahan lain dunia Islam.
Saat penaklukan Islam, keadaan tanah-tanah tersebut tidak sama. Ada tanah yang telah digarap, dimana telah ada usaha manusia yang tercurah untuk menyuburkan tanah tersebut atau untuk tujuan lain demi kepentingan manusia. Ada tanah ysng subur secara alami tanpa intervensi langsung manusia, seperti hutan yang penuh pepohonan, dimana tanah seperti itu mendapatkan kekayaannya secara alami tanpa intervensi manusia, 2.) Tanah yang Masuk Wilayah Islam Lewat Dakwah (Da’wah) yaitu, Tanah yang masuk wilayah Islam lewat dakwah disebut juga Ardlul Usyur. Ardlul Usyur adalah tanah yang diambil sepersepuluh atau setengahnya sebagai zakat dari produksi tanah tersebut. Itulah yang disebut dengan ardlun usyriyah (tanah sepersepuluhan). Disebut demikian, karena tanah tersebut diambil sepersepuluhnya sebagai pengeluaran zakat. Tanah tersebut mencakup semua tanah dimana penghuninya telah masuk Islam sejak pertama kali, seperti Madinah al-Munawaroh dan Indonesia. Penduduk Madinah pada masa Nabi dan masa khalifah setelahnya tidak menyerahkan kecuali 1/10 sebagai zakat hasil bumi. Seperti halnya tanah ‘Usyur juga mencakup semua jazirah Arab, baik penduduknya telah masuk Islam sejak pertama, atau tanah tersebut dibebaskan dengan kekerasan, 3.) Tanah yang Masuk Wilayah Islam Lewat Perjanjian (Shulh) yaitu Tanah shulh adalah tanah dimana pemiliknya diajak berunding status tanahnya dengan syarat-syarat tertentu yang wajib dipenuhi umat Islam, apapun bentuknya. Ini berdasarkan al-Qur’an dan hadits shohih yang mewajibkan umat Islam untuk menepati janji-janjinya.
Saat penaklukan Islam, keadaan tanah-tanah tersebut tidak sama. Ada tanah yang telah digarap, dimana telah ada usaha manusia yang tercurah untuk menyuburkan tanah tersebut atau untuk tujuan lain demi kepentingan manusia. Ada tanah ysng subur secara alami tanpa intervensi langsung manusia, seperti hutan yang penuh pepohonan, dimana tanah seperti itu mendapatkan kekayaannya secara alami tanpa intervensi manusia, 2.) Tanah yang Masuk Wilayah Islam Lewat Dakwah (Da’wah) yaitu, Tanah yang masuk wilayah Islam lewat dakwah disebut juga Ardlul Usyur. Ardlul Usyur adalah tanah yang diambil sepersepuluh atau setengahnya sebagai zakat dari produksi tanah tersebut. Itulah yang disebut dengan ardlun usyriyah (tanah sepersepuluhan). Disebut demikian, karena tanah tersebut diambil sepersepuluhnya sebagai pengeluaran zakat. Tanah tersebut mencakup semua tanah dimana penghuninya telah masuk Islam sejak pertama kali, seperti Madinah al-Munawaroh dan Indonesia. Penduduk Madinah pada masa Nabi dan masa khalifah setelahnya tidak menyerahkan kecuali 1/10 sebagai zakat hasil bumi. Seperti halnya tanah ‘Usyur juga mencakup semua jazirah Arab, baik penduduknya telah masuk Islam sejak pertama, atau tanah tersebut dibebaskan dengan kekerasan, 3.) Tanah yang Masuk Wilayah Islam Lewat Perjanjian (Shulh) yaitu Tanah shulh adalah tanah dimana pemiliknya diajak berunding status tanahnya dengan syarat-syarat tertentu yang wajib dipenuhi umat Islam, apapun bentuknya. Ini berdasarkan al-Qur’an dan hadits shohih yang mewajibkan umat Islam untuk menepati janji-janjinya.
Ada beberapa macam tanah shulh sesuai
bentuk perjanjian yang disepakati. Pertama; Tanah diserahkan kepada orang Islam
dan pemiliknya dipindahkan ke tempat lain sesuai dengan kesepakatan, seperti
yang terjadi pada umat Yahudi Bani Nadlir. Rasululloh saw. melakukan perdamaian
dengan mereka dengan memindahkan mereka dari madinah. Mereka boleh membawa
harta bendanya kecuali senjata. Seorang pemimpin diberikan wewenang untuk menentukan
bentuk perjanjian yang akan dipakai dengan memperhatikan kepentingan umat
Islam. Kedua; pemilik tanah masih tetap menempati tanahnya dengan syarat
membayar pajak dengan jumlah tertentu. Status Tanah dan manfaatnya tetap
menjadi miliknya sesuai dengan perjanjian. Mereka dapat melakukan berbagai
transaksi, seperti yang mereka lakukan terhadap barang miliknya. Mereka boleh
menjual, mewakafkan, menghibahkan atau mewariskan. Mereka hanya dikenai pajak
yang telah ditentukan saat perjanjian, dan tidak ada tambahan-tambahan yang
lain. Pajak ini statusnya seperti jizyah. Sehingga ketika kepemilikan tanah
berpindah ke tangan orang Islam, maka ia tidak dikenai pajak. Karena tanahnya
bukan tanah kharaj. Begitu pula ketika pemilik tanah itu masuk Islam, maka
gugurlah kewajiban membayar pajak, seperti ditiadakannya jizyah dari orang
Islam. Contoh model itu adalah tanah Hajar dan Bahrain. Ibn Majah meriwayatkan
dari Al-Ala’ al-Hadlhromi, ia berkata; “Rasululloh saw. mengutusku ke Bahrain
dan Hajar. Lalu saya mendatangi pembatas diantara saudara yang salah satunya
masuk Islam. Maka saya mengambil 1/10 dari orang Islam dan pajak dari orang
musyrik”. Demikian itu karena Hajar dan Bahrain dibebaskan secara damai,
seperti halnya daerah Ailatul Aqobah, Daumatul Jandal, dan Adzruj.
Daerah-daerah tersebut menyerhakn upeti pada Rasululloh saw. Demikian juga
kota-kota Syam —selain Qisariah—wilayah Jazirah dan wilayah Khurasan. Seluruh
wilayah diatas —atau kebanyakannya— dibebaskan dengan damai.karenanya hukumnya
adalah hukum shulh. Ketiga; tanahnya milik kita, dan mereka boleh menempati dan
meramaikan tanah tersebut dengan kewajiban mereka membayar pajak yang telah
disepakati. Hukum dan pajak tanah ini seperti hukum dan pajak tanah yang
dibebaskan dengan kekerasan.
Dalam
Islam juga terdapat pembagian dan aturan yang mengatur tentang aturan bagi
tanah yang menghasikan atau memproduksi bahan atau hasil tambang, dan juga
mengatur tentang mempersilahkan bagi Negara dalam mengambil Hima (tanah atau
wilayah atas penetpan tertentu, yang menyangkut kebutuhan hidup orang banyak),
pengaturan tersebut ditetapkan oleh hokum Islam yang berasaskan hadits dan
tuntunan yang insyaallah shahih dan dapat memberika sedikitnya tentang
informasi, antara lain Tanah yang di dalamnya ada tambang, misalkan minyak,
emas, perak, tembaga, dan sebagainya, ada 2 (dua) kemungkinan :
1) Tanah
itu tetap menjadi milik pribadi/negara jika hasil tambangnya sedikit.
2) Tanah
itu menjadi milik umum jika hasil tambangnya banyak.
Nabi SAW
pernah memberikan tanah bergunung dan bertambang kepada Bilal bin Al-Harits
Al-Muzni (HR Abu Dawud). Ini menunjukkan tanah yang bertambang boleh dimiliki
individu jika tambangnya mempunyai kapasitas produksinya sedikit. Nabi SAW
suatu saat pernah memberikan tanah bertambang garam kepada Abyadh bin Hammal.
Setelah diberitahu para sahabat bahwa hasil tambang itu sangat banyak, maka
Nabi SAW menarik kembali tanah itu dari Abyadh bin Hammal. (HR Tirmidzi). Ini
menunjukkan tanah dengan tambang yang besar kapasitas produksinya, menjadi
milik umum yang dikelola negara, tidak boleh dimiliki dan dikelola oleh
individu (swasta). (Al-Nabhani, ibid. hal. 220).
Negara Berhak Menetapkan Hima, Hima adalah tanah atau wilayah yang ditetapkan secara
khusus oleh negara untuk kepentingan tertentu, tidak boleh dimanfaatkan oleh
individu. Misalnya menetapkan hima pada suatu tambang tertentu, katakanlah
tambang emas dan perak di Papua, khusus untuk keperluan membeli alutsista (alat
utama sistem persenjataan).
Rasulullah
SAW dan para khalifah sesudahnya pernah menetapkan hima pada tempat-tempat
tertentu. Rasulullah SAW pernah menetapkan Naqi` (nama padang rumput di kota
Madinah) khusus untuk menggembalakan kuda-kuda milik kaum muslimin, tidak untuk
lainnya. Abu Bakar pernah menetapkan Rabdzah (nama padang rumput juga) khusus
untuk menggembalakan unta-unta zakat, bukan untuk keperluan lainnya. (Zallum,
ibid., hal. 85).
2.5 Distribusi Barang Konsumsi
Barang dan jasa untuk konsumsi dapat
dikelompokan ke dalam, 1.) Barang dan Jasa Kebutuhan
Pokok Barang
dan jasa kebutuhan pokok merupakan barang dan jasa yang harus diperoleh oleh
setiap manusia dalam menjalani kehidupan normal. Barang dan jasa kebutuhan
pokok ini harus tersedia dan dengan harga yang terjangkau. Distribusi barang
dan jasa kebutuhan pokok harus mendapat perhatian pemerintah, agar masyarakat
dapat memperoleh dengan mudah. Pemerintah harus menggunakan segenap
kewenangannya untuk mengatur distribusi barang dan jasa kebutuhan pokok ini.
Pemerintah seharusnya tidak menyerahkan kewenangan distribusi ini kepada
mekanisme pasar. Tindakan yang menghambat proses distribusi barang dan jasa
kebutuhan pokok harus di kategorikansebagai tindakan yang dilarang keras oleh
pemerintah. Pihak-pihak yang melakukan tindakan menghambat distribusi kebutuhan
pokok dapat dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum, sehingga pihak yang
melakukan tindakan menghambat distribusi barang dan jasa kebutuhan pokok dapat
dikenakan sanksi pidana penjara atau denda. Tindakan yang dapat digolongkan
sebagai tindakan menghambat distribusi adalah tindakan menimbun barang sehingga
menyebabkan kelangkaan barang dan jasa, atau sabotase produksi sehingga
aktivitas produksi lambat dan menyebabkan masyarakat kesulitan memperoleh
barang dan jasa kebutuhan pokok. Segala tindakan kesengajaan yang menimbulkan
kelangkaan barang dan jasa kebutuhan pokok maka akan digolongkan sebagai
tindakan menghambat distribusi barang dan jasa kebutuhan pokok. 2. Barang
dan Jasa Kebutuhan sekunder, yaitu Barang dan jassa kebutuhan sekunder adalah
barang dan jasa yang tidak harus dimiliki oleh manusia dalam menjalani
kehidupan yang normal. Barang dan jasaa yang digolongkan sebagai barang dan
jasa kebutuhan sekunder adalah barang dan jasa transportasi dan komunikasi.
Seseoarang dapat melakukan aktivitas yang memerlukan transportasi atau
komunikasi namun orang tersebut tidak harus memilki sendiri atas alat
transportasi dan komunikasi. Pemerintah dapat memberikan kewenangan pengelolaan
transportasi dan komunikasi kepada pasar. Namun demikian, pemerintah tetap
mempunyai kewenangan penuh jika aktivitas transportasi dan komunikasi itu
menggangu distribusi barang dan jasa kebutuhan pokok atau mengganggu
kepentingan bersama atau kepentingan masyarakat. 3. Barang dan Jasa Kebutuhan
Mewah, yaitu Barang dan jasa kebutuhan mewah adalah barang dan jasa yang
mempunyai kualitas tinggi. Orang-orang yang membutuhkan barang dan jasa
kebutuhan mewah adalah mereka yang mempunyai kemampuan ekonomi yang baik.
Distribusi barang dan jasa kebutuhan mewah sebaiknya tidak perlu menyita konsentrasi
pemerintah, namun penggunaan barang dan jasa mewah sebaiknya tidak menimbulkan
kecemburuan sosial atau berdampak kepada perilaku berlebihan atau boros.
2.6 Kaitan Distribusi dengan Karakter
Individu
Dalam
kenyataannya Kegiatan Distribusi yang dilakukan oleh manusia menghasilkan suatu
sifat atau karakter yang tumbuh dari tiap individu yang melkukannya, berikut
merupakan beberapa karakter yang dihasilkan dari kegiatan distribusi, antara
lain 1.) Kaitannya dengan Olah hati yang menhasilkan karakter Beriman dan
Bertaqwa, yaitu merupakan karakter dasar yang diterapkan oleh tiap individu
dalam menjalankan kegiatan distribusi, dimna beasaskan pada syariat Islam yang
berpedoman pada Al-Qur’n dan Hadist yang mana merupakan petunjuk hidup yang
sudah seharusnya dipegang teguh dalam hidup, sehingga hal tersebut menunjukkan
arti bahwa dalam melakukan kegiatan distribusi, kita sebagai mahluk ciptaan
Allah, yang mana diciptakan sebagai seorang Abdullah yang tunduk dan Patuh
terhadap ketentuan yang ditetapkan oleh Allah Swt.
2.) Kaitannya dengan Olah pikir yang
menghasilkan karakter cerdas dan produktif, dimana seorang manusia yang
merupakan seorang Khalifah seharusnya sadar betul bahwa segala hal tersebut
merupakan titipan Allah yang dititipkan dan harus diolah oleh kita sebagai
seorang Khalifah. Berfikir dengan kreatif dan kritis sehingga dapat mengolah
hasil bumi dan dapat mendistribusikannya dengan tujuan agar bermanfaat bagi
orang banyak yang membutuhkaan. 3.) Kaitannya dengan Olah raga, yang
menghasilkan karakter yang handal, aktif dan bekerja keras. Sehingga baik
fikiran ataupun fisik dapat bekerja dengan seimbang, selain menghasilkan suatu
karakter, hal ini juga dapat menghasilkan manfaat terhadap fisik dan kesehatan
dari tiap individu, dimana kegiatan disribusi sesungguhnya memang membutuhkan
kegiatan nyata yaitu dalam hal gerakan. 4.) yang terakhir dalam penerapannya
Olah rasa dan karsa yang menghasilkan karakter Peduli, kerjasama, dan simpati
empati. Dimana hal terebut berarti berkaitan dengan psikis yang baik dan sehat
yang menumbuhkan sikap peduli terhadap sesame dan bekerjasama dalam pelaksanaan
distribusi yang menghasilkan sikap simpati dan empati terhadap sesame mahluk
Allah.
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dalam
kegiatan Distribusi yang merupakan tugas bagi kita sebaagai mahluk Allah yang
dilimpahkan Akal dan Fikiran pada saat diciptakan, yang berarti manusia harus
lebih peka untuk berfikir, bekerja dan berusaha terus untuk pembagian harta umum
yang diciptakan oleh Allah, seperti Tanah, Air, Udara, Barang konsumsi dsb.
Yang dibutuhkan oleh orang banyak dan menyangkut hidup orang banyak, merupakan
tugas kita sebagai seorang Abdullah dan Khalifah. Hal yang berkaitan denga
kehidupan orang banyak yang dibahas antara lain salah satunya tanah, yang mana
tanah merupakan hal dasar dalam seseorang berproduksi, sehingga dalam
pendistribusiannya harus barasaskan terhadap keadilan yang berpedoman terhadap
Syariah Islam. Dasar filosofi kepemilikan tanah dalam Islam. Intinya ada 2
(dua) poin, yaitu : Pertama, pemilik hakiki dari tanah adalah Allah SWT. Kedua,
Allah SWT sebagai pemilik hakiki telah memberikan kuasa kepada manusia untuk
mengelola tanah menurut hukum-hukum Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar